MALANG (Pakisaji)—Program Ketahanan Pangan Tahun 2024 yang berupa budidaya melon di Desa Pakisaji, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang sudah 2 kali melaksanakan panen. Pada hari Senin (7/10/2024) siang, merupakan kali kedua dipanen dengan hasil panen kurang lebih 5 Kwintal.
Hal ini menjadi trobosan tersendiri bagi Pemerintah Desa Pakisaji yang telah menjalankan dengan sukses realisasi Program dari Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Sebelumnya, sekitar 3 bulan yang lalu, Pemdes Pakisaji juga telah sukses memanen sebanyak 4,6 kwintal dengan kondisi buah melon yang cukup bagus.
Rencananya, di akhir tahun 2024 ini, Pemdes Pakisaji juga akan realisasi panen ketiga, sebagai bentuk tanggung jawab program ketahanan pangan dan bentuk perhatian dalam rangka konvergensi stunting di Desa Pakisaji.
Dalam hal ini, Hendri Yulianto, Pendamping Lokal Desa (PLD) Kecamatan Pakisaji yang intens mendampingi salah satu program Kemendes PDTT ini, menyampaikan bahwa budidaya melon golden intanon ini, memanfaatkan media green house.
Sebagai pengawal pemanfaatan Dana Desa, lanjutnya, tentu kami mensupport program seperti ini yang dampaknya bukan hanya sekedar realisasi program saja, tapi juga dapat dirasakan manfaatnya oleh warga.
”Ini sebenarnya yang menjadi bidikan utama porgram ketahanan pangan yang semestinya dan idealnya bisa berkelanjutan,” ungkapnya.
Sementara itu, Mochamad Bilal, pengelola budidaya melon menjelaskan bahwa, dengan media green house menjadi salah satu sarana budi daya tanaman pangan yang diandalkan masyarakat. Sebab, waktu produksinya tidak tergantung cuaca. Panennya juga relatif lebih cepat.
Umumnya, melon yang dikembangkan dengan metode konvensional baru bisa dipanen setelah berumur tiga bulan. Sedangkan melon yang dikembangkan di dalam green house tersebut sudah bisa panen dalam 2,5 bulan.
“Panen pertama saat pertengahan tahun lalu dapat sekitar 460 kilogram. Sedangkan panen kedua bisa diprediksi mencapai 500 kilogram,” ucap Bilal ditengah-tengah panen.
Sebab pada panen kedua ini, buah yang diproduksi ukurannya lebih besar. Satu buah rata-rata memiliki berat sekitar 1 kilogram. Dengan demikian, omzetnya pun lebih besar.
”Karena harga jualnya juga berbeda. Kalau yang pertama itu Rp 20 ribu per kilogram. Kemudian panen kedua Rp 23 ribu per kilogram,” kata dia.
Selain untuk operasional, dia mengatakan, hasil panen tersebut juga dimanfaatkan untuk penanganan stunting di Desa Pakisaji. Setidaknya, Rp 1 juta akan diberikan kepada kader stunting untuk dapat digunakan membeli telur dan daging. Sehingga, green house-nya juga dapat berkontribusi untuk mewujudkan ketahanan pangan. [*]
Penulis: Roihan Rikza, Pendamping Lokal Desa Kecamatan Pakisaji
Leave a Reply